Jodoh
Dari bangku taman ini, kupandangi punggungnya menjauh, pergi. Semoga saja, kepergiannya membawa serta luka di hati.
Enam tahun bukanlah waktu sebentar buat kami menjalani perkawinan. Pun bukan waktu yang lama untuk kami saling mengenal. Atau mungkin jodoh kami hanya sekian?
Rey. Lelaki yang selama ini kusebut suami. Kini telah pergi. Membawa berjuta harapan di hati. Sebenarnya nyaris tidak ada masalah dalam pernikahan kami. Kami cukup bahagia.
Perubahan Rey terlihat setahun lalu. Saat dia pulang bertugas dari Korea. Dia mulai sering bertanya padaku kapan aku bisa memberinya keturunan. Tapi, hei, bukankah itu sudah dia ketahui sejak awal kami menikah? Aku mandul! Kenapa mesti dia tagih? Akh…
Suasana perkawinan kami kian memanas, ketika mertuaku berucap serupa. Rumah ini makin mirip neraka.
“Kapan mami dikasih cucu, sayang.”
Ucapannya pelan, tapi begitu menyakitkan. Sejak sebelum menikah, aku sudah memberitahukan semua keadaanku kepada mereka. Bahwa aku mandul. Bahwa aku tak akan pernah bisa memberi mereka keturunan. Mereka menerimanya dan berjanji tak akan mengungkit masalah itu lagi. Tapi kini?
***
“Nay sayang, sini mami kenalin sama keponakan mama yang baru datang Singapura. Nia, ini Nay, yang tante ceritain kapan hari itu lho.”
Aku mengulurkan tanganku. Tiba-tiba terasa ada yang menjalar di sekujur tubuhku. Tunggu dulu, rasa ini. Aku pernah merasakannya. Dulu, ketika Arno meninggalkanku untuk selamanya. Ya Tuhan.. apa ini pertanda?
“Nay, ini Nia baru pulang dari Singapura. Di studi S2 di sana. Cantik kan? Dia juga pintar masak lho.”
Aku bingung. Lalu apa hubungannya denganku? Sementara yang dikenalkan padaku, seakan tak mau kalah. Dia sibuk menceritakan dirinya, tentang studinya, kehidupannya di Singapura, tentang kekayaannya, semuanya.
Nia memang cantik. Tinggi semampai, putih, rambut hitam tergerai, berwawasan, giginya bagus, tangan dan kakinya mulus, bibirnya penuh, dan matanya.. oh Tuhan.. mata itu.. Aku pernah melihat kilatan mata seperti milik Nia.
“Nay, tolong siapin kamar buat Nia yah. Dia mau menginap di sini untuk beberapa malam.”
Menginap? Di rumahku? Tanpa izinku?
“Nay, ayo. Kok diam aja.”
Aku bergegas ke lantai dua rumah ini dan menyiapkan kamar untuk Nia.
“Kalau bisa, sebelah kamar kalian saja ya.”
Seperti disihir, aku lakukan permintaan mami dengan cekatan. Aku tak mau disebut mantu kurang ajar. Samar-samar, kudengar pembicaraan mereka. Mas kawin. Undangan. Baju pengantin. Siapa yang mau menikah? Kenapa mami tidak pernah membicarakan hal itu denganku?
***
“Nay, sudah ketemu Nia kan?”
Aku hanya mengangguk.
“Dia…”
Rey menggantung kalimatnya kemudian menarik tanganku. Pergi. Dia memacu mobilnya kencang. Air mata kian deras keluar dari matanya.
“Rey, sebenarnya ada apa?”
Rey memberhentikan mobilnya tepat di taman kota. Tempat dimana aku dilamarnya, dulu. Oh, Rey..kejutan apalagi yang akan kau berikan?
Rey keluar dari mobilnya dan menuntunku. Pelan. Menggenggam tanganku erat, seakan tak mau berpisah.
Kami duduk di bangku dekat pancuran. Saling diam. Tidak, mungkin hati kami sama-sama berisik. Hanya mulut kami yang saling terkunci. Rey menyandarkan kepalaku ke bahunya.
“Nay, maafkan aku. Sebenarnya, mami ingin aku menikah dengan Nia.”
Jantungku terasa berhenti berdetak. Aku tak bisa berkata-kata. Pasrah.
“Mami terus mendesak aku agar segera menikahi Nia. Mami ingin punya cucu, Nay.”
“Lalu…”
“Aku tak bisa apa-apa, Nay.”
“Ceraikan aku.”
“Nggak. Sampai mati, aku nggak akan pernah menceraikanmu.”
“Kalau begitu, tolak pernikahan itu.”
“Aku nggak bisa, Nay. Aku nggak sanggup menolak mami. Aku nggak mau disebut anak durhaka. Lagipula, Nia mau kok dijadikan isteriku yang kedua.”
“Pergilah, Rey. Ceraikan aku.”
“Nay..please..”
Rey jongkok di depanku. Dia memohon, mencium kakiku.
“Aku belum mampu, Rey. Aku pasti akan sakit hati dimadu. Aku belum bisa ikhlas melihat wanita lain di rumah kita. Pergilah. Biar aku yang mengalah.”
Kalau itu sebagai bentuk ketaatanmu kepada ibumu, maka ini adalah bentuk kepatuhanku padamu, suamiku. Untuk terakhir kalinya.
***
0 Comments
duniaely
Hmmm .. laki lakinya itu lho mbak ..
eda
hihihi…iya..minta dilemparin ke kali 😀
duniaely
iya mbak, Cuma alasan saja tuh biar bisa nikahi Nia, lempar ke laut aja bgmn ? enak amat cuman ning kalen
eda
buang ke laut, skalian dirajam aja gimana mba? ben mati ngenes..hehe
duniaely
knp susah susah mbak, khan sudah ada puluhan Hiu di laut ? hihihihi
Ryan
ingat film jadul. tapi bedanya yang dicintai itu malah dah hamdan… tapi miskin.
eda
heh? iyakah? pilem apa emg?
Ryan
film mandarin tapi gak tahu judulnya. cuma tahu lagu menyayat hati dari sang anak aja… She Cang Ce Yo Mama Hao.
Evi
Ah Rey yg ingkar pada ikrar 🙂
Teguh Puja
Nah, komitmen di awal pernikahan terkadang jadi senjata. Salah-salah akhirnya seperti tadi ya Mbak, digunakan sebagai alat untuk ‘mengizinkan’ hal lain terjadi.
😀
Padahal kalau mau cucu, jalannya bisa digapai dengan banyak cara. Ndak perlu sampai cerai dan menikah lagi.
eda
komenin teknisnya doong… jgn alur cerita.. pengen belajar dr masternya 😛
Teguh Puja
Sejauh ini, eksekusi dari ide cerita dan penulisannya sudah bagus kok Mbak. Malah sepertinya tidak perlu banyak dikomentari lagi. Hihi.
Yang terpenting, konsistensi sudut pandang (POV) dijaga, ketika menggunakan ‘ia’, kata ‘ia’ itu akan digunakan sampai akhir. Jadi pembaca pun tidak akan kesulitan mengikuti siapa yang tengah diperbincangkan atau menjadi lawan bicara dari tokoh di tulisan. 😀
Tema tulisannya cukup ‘sensitif’, tapi Mbak Eda sudah bisa membawakan dengan manis. That’s really good.
Aku tantang Mbak Eda mau? Nanti aku kasih hadiah kejutan. 😉
Teguh Puja
Tantangannya adalah membuat cerpen dengan POV 2. Gimana Mbak? 😀
Maybe these links can help you.
http://wholesketch.wordpress.com/2012/12/19/berbicara-perspektif/
http://wholesketch.wordpress.com/2012/12/15/huruf-huruf-yang-menjelma-air-mata/
😀
eda
yay! baiklah.. aku terima tantangan dari suhu.. keknya aku dulu perna bikin deh dg POV 2..
ntar yah, klo udah beres, aku kasih linknya ke dirimu..
Teguh Puja
Will do. Will wait for the story. 😉
lozz akbar
Enggak kayak lagune Rhoma yang judule mandul yo mbak..
Emang pinter emake Ara ini bikin fiksi…
eda
haha.. itu kan udah 10 taun uncle.. lha ini baru 6 :p
lozz akbar
Wakakakak.. ketahuan kalau Rhomania juga hahaha
eda
Klo karaoke, manteman pasti nyanyi lagu itu, jd inget uncle *ngeles* hahaha
'Ne
seorang istri yang luar biasa mbak 🙂
tapi itu suaminya nggak tegas banget ih.. apapun alasannya itu cuma keegoisan manusia (mertua) bukankah anak itu tidak harus dari rahim sendiri? adopsi misalnya *pendapat saya sih hehe
eda
Sependapat, adopsi bisa juga.. Namanya manusia.. Ada sih di kehidupan nyata 😀
Terimikicih yaah.. 😉
'Ne
seorang istri yang luar biasa mbak 🙂
tapi itu suaminya nggak tegas banget ih.. apapun alasannya itu cuma keegoisan manusia (mertua) bukankah anak itu tidak harus dari rahim sendiri? adopsi misalnya *pendapat saya sih hehe
eda
Sependapat, adopsi bisa juga.. Namanya manusia.. Ada sih di kehidupan nyata 😀
Terimikicih yaah.. 😉
dWi (@Ki_seKi)
mbaaak idaaaa rajin ngeblog jugaaaaaak!! *smoooches!!!!
eda
hihihi..iseng2 berhadian dwi…
nanti aku berkunjung ke ‘rumahmu’ yaa…
dWi (@Ki_seKi)
aaaah co cwiiit hehehehe……tulisanmu bisa jd buku nih mbak kalo dikumpulin hihihi
dWi (@Ki_seKi)
mbaaak idaaaa rajin ngeblog jugaaaaaak!! *smoooches!!!!
eda
hihihi..iseng2 berhadian dwi…
nanti aku berkunjung ke ‘rumahmu’ yaa…
dWi (@Ki_seKi)
aaaah co cwiiit hehehehe……tulisanmu bisa jd buku nih mbak kalo dikumpulin hihihi